Cerpen - Gelora Jiwa
Gelora
Jiwa
Oleh: Alifia Athifa
Jika
ini yang terbaik,
datangkanlah
kebahagiaan pada diriku.
Sebab,
keberkahan dan cinta dari-Mu lah hanya
satu-satunya
cara yang kudambakan.
-Alifia
Athifa
Pelangi
itu sangatlah indah sore ini, tapi tidak dengan senyumanku.
“Ayo
Aqilla, Agensi ini peluang besar dari Audisi yang harus kamu ikuti kalau mau
masuk dunia Entertainment!” paksa Ardya sambil mengejar Aqilla. Namun sayangnya,
Aqilla tetap saja tak memedulikan apa yang dikatakan oleh Ardya. Ia terus
berlari sekencang-kencangnya dan tak lama kemudian berkata, “Pokoknya Aqilla enggak
mau terjun ke dunia Entertaint, Kak! Jangan paksa Aqilla...” balas Aqilla
berhasil terdengar oleh Ardya dari jarak yang berjauhan. Ya, suara lembutnya
kini bagaikan menggema di permukaan pantai.
Ardya
yang mendengar langsung berhenti untuk mengejar Aqilla dan berteriak, “Oke
kalau itu mau kamu, berarti kamu egois, Dek. Kamu lebih mementingkan diri
sendiri dibanding membantu untuk menyelamatkan nyawa Bapak mu!.” seru Ardya di
tepi pantai. Ia tak memedulikan orang-orang di sekitarnya terhadap apa yang
dikatakan. Langkah demi langkah yang dipijak Aqilla terhenti begitu saja setelah mendengar
perkataan Ardya yang menyayat hati. Ya, perkataannya berhasil menusuk hati
Aqilla dalam-dalam. Ia terjatuh. Tetesan air mata perlahan-lahan jatuh begitu
saja. Ardya yang melihat Aqilla
terjatuh, langsung menghampiri dan menyodorkan tangannya untuk membantu Aqilla
beranjak. Tapi sayang, Aqilla menolak bantuan darinya dan berkata, “Bukankah
selama ini Kakak yang sudah pergi meninggalkan aku sama Bapak demi mementingkan
pacar Kakak si Shelly itu? Bukannya Kakak juga yang telah mengambil surat tanah
Bapak lalu menjualnya, dan kami pun enggak dapat bagian sepeser pun?!. Ingat,
Kakak menghilang selama ini tanpa kabar dan meninggalkan kami setelah semua
harta Bapak telah kakak miliki. Bukankah itu sangat egois, Kak?!.” ucap Aqilla yang
tak lama kemudian tersungkur di pinggir pantai sambil menangis ter sedu-sedu. Sedangkan
Ardya, Ia bungkam tak berkata sedikit pun. Tatapan matanya kosong, membisu. Ya,
Ardya benar-benar dihantui oleh semua rasa penyesalannya.
Di bibir pantai, burung Camar berlalu lalang tak
menyatu, seakan-akan ikut mengharu biru. Langit pun berderu menggumpal awan berarakan,
pertanda hujan sedikit lagi akan jatuh ke permukaan.
Tiba-tiba seseorang menghampiri Aqilla dan berkata,
“Aqilla? Sedang apa di sini? Dan kamu kenapa menangis?,” ucap wanita yang
berpakaian Faye White Split Long Dress yang di lengkapi topi pantai di
kepalanya itu. “Natallie?.” sahut Aqilla berbinar, saat sahabat dekatnya itu
kembali ke Indonesia setelah lulus kuliah di Italia. Ya, mereka berpisah ketika
berbeda kampus, Aqilla di Indonesia, dan Natallie beasiswa di Italia dengan
jurusan Ilmu Media dan Sosial. Natalie pun kemudian mengajak Aqilla untuk pergi
dan meninggalkan Kakak egois yang Aqila kenal itu. Beberapa menit kemudian,
mereka berdua telah sampai di kafe terdekat pantai. Lalu tak lama, rintik hujan
pun perlahan-lahan membasahi bumi seakan turut berduka atas kesedihan Aqilla.
"Do you want story' with me?,"
tanya Natallie membuka percakapan.
"Aku dipaksa untuk terjun ke dunia Entertainment,
Natallie." jawab Aqilla mengatur nafasnya yang masih sesenggukan.
"Serius? Kenapa enggak dia saja yang
kerja?" sahut Natalie kembali bertanya.
"Seperti enggak tahu dia saja, lie." balas
Aqilla singkat.
"Hmm, tapi kalau menurutku juga passion kamu
oke. Kamu pun cantik, Aqilla. Juga berbakat untuk memainkan alat musik. Jadi
cocok aja kalau kamu masuk dunia Entertainment," ucap Natalie sambil
menatap Aqila lekat-lekat.
"Yang bener saja? Ternyata kamu juga sama ya,
seperti kakakku." sahut Aqilla kesal.
"Tapi benar lho, apa yang aku katakan.
Kehidupan kamu pun juga bakal bahagia nanti." ucap Natalie serius dengan
sedikit merayu.
Aqilla diam sejenak, memikirkan matang-matang jika
ia berhasil masuk ke dunia Entertainment.
"Benar juga apa yang dikatakan Natalie,
sepertinya masuk ke dunia Entertainment menyenangkan, dan pastinya aku bisa
membantu pengobatan Bapak juga."
"Bagaimana? Mau enggak? Kalau mau nanti diantar
ke tempat audisi nya. Tapi kalau kamu tetap
enggak mau, ya enggak apa-apa." tanya Natalie meyakinkan. Aqila pun
hanya mengangguk pertanda setuju, lalu mengusap setetes air matanya dengan
sedikit senyuman untuk Natalie. Karena menurutnya, dari Natalie lah keyakinan
itu terwujud, dan Aqilla merasa, masa depan sudah melambaikan tangan dengan
mesra padanya.
*****
Keesokan harinya, ia mengikuti audisi dengan pakaian
yang sangat sederhana. Aqilla ditemani oleh Natalie sahabatnya, keringat dingin
kini sedang dirasakan ketika Aqilla dihantui oleh tubuhnya yang bergetar.
Terlebih ketika ia melihat dua manajer casting yang telah siap untuk menguji
dirinya.
Huh, sungguh benar-benar melelahkan!. Kenapa diri
ini ikut bergelora dengan rasa deg-deg-an yang bercampur-baur?.
Setelah beberapa jam kemudian, Natalie melihat
Aqilla keluar dari ruangan. Ia menebar senyum merona dari tampak kejauhan.
Natalie yang melihatnya mempunyai keyakinan bahwa jemari Aqilla pasti sangat
lancar ketika menari-nari memainkan alat musik di ruangan casting.
"Bagaimana? Lancarkan Aqilla casting nya? Oh
ya, menyanyikan lagu dan memainkan alat musik apa tadi?" tanya Natalie
dengan membalas senyuman yang merekah pada Aqilla.
"Alhamdulillah lancar, tadi aku memainkan biola
dengan menyanyikan lagu 'Don't watch me cry', bermain piano menyanyikan
lagu 'Setahun Kemarin, oleh Kahitna' dan bermain gitar menyanyikan
sebuah lagu 'Berita kepada Kawan yang dicipta oleh Ebiet G.Ade',
Natalie." ucap Aqila menjelaskan dengan detail.
"Wah, memang the best lah pokoknya kamu itu.
Tetap semangat, ya!. I'm always proud of you, Aqilla." balas
Natalie memuji dan memberi semangat.
"Ah, kamu bisa saja" ucap Aqila tersipu
malu sambil menyenggol pundak Natalie. Kemudian ia lanjut berkata, "Oh ya,
besok alhamdulillah aku akan ada pemotretan di sini," ujar Aqilla memberi
tahu.
"Wah alhamdulillah, selamat ya, semoga tugas
pertama mu berjalan dengan baik. Mau ku antar lagi”
“ Aamiin. Boleh, boleh. Terima kasih banyak ya
Natalie. Kamu memang selalu ada untukku dari dahulu sampai sekarang.” ucap
Aqilla sambil memeluk Natalie erat-erat.
*****
Sejak saat itu, karier Aqilla terus berkembang di
setiap harinya. Hingga Ia selalu mendapatkan apa yang diinginkan. Baju mewah,
rumah yang cukup besar, dan barang branded telah dimiliki. Natalie pun
sama, Ia yang selalu menemani Aqila pergi kemanapun, kini telah mendapatkan
semua yang diinginkannya. Natalie juga termasuk orang yang selalu menemani
Aqilla untuk mengobati Sang Ayah di rumah sakit.
Hari ini mereka libur untuk bekerja. Natalie dan
Aqilla menemani Bapak-nya untuk cuci darah pada setiap satu minggu dua kali di
rumah sakit. Tepat pada hari liburnya, mereka mengantarkan Sang Bapak untuk
pengobatan. Setelah selesai, Aqilla pun
kemudian membayar biaya pengobatan Bapaknya ke kasir. Namun sayang, pihak rumah
sakit menolak.
"Lho, kenapa? Kok enggak usah membayar?,"
tanya Aqilla tercengang.
"Iya Kak, benar. Untuk atas nama Bapak Hendri Hariyawan
sudah di lunaskan dari beberapa hari lalu sampai pengobatan cuci darah nya
selesai." ucap Suster itu menjelaskan.
"Tapi, selesai pengobatan cuci darah nya masih
lama, suster?," bantah Aqilla masih tidak percaya. "Saya tidak tahu,
Kak. Soalnya di sini tertera sudah lunas pembayarannya." sahut Suster
kembali mengeceknya.
"Lho, tapi siapa orang yang telah melunaskan
pembayaran Bapak? Ah, sudahlah, lagi pula berarti aku tak usah repot-repot
mengurusi pengobatan Bapak. Jadi uangnya bisa menambah keperluan belanja setiap
bulan." ucap Aqilla dalam hati sambil tersenyum lirih.
*****
Semilir angin bergulir sejuk di halaman rumah sakit, halaman itu dihiasi pepohonan hijau di sekeliling jalanan. Tapi ketika Aqilla
berkata, "Yeay, akhirnya kita bisa menikmati hasil jerih payah sendiri
tanpa dipakai untuk pengobatan Bapak, Llie!." bisik Aqilla kepada
Natallie. Seketika, semilir angin sejuk itu pun bergemuruh riuh, seakan-akan
tidak suka dengan apa yang di ucapkan Aqilla. Dan pada saat itu pula, tiba-tiba
Ia menabrak seseorang ketika sedang berjalan di halaman rumah sakit.
"Kakak?!" ucapnya tercengang ketika
melihat yang ditabrak itu adalah kakak kandungnya. Namun, Ardya tak menoleh sedikit
pun. Ia langsung bergegas untuk pergi meninggalkannya.
"Kenapa Kakak bisa ada di sini? Sejak kapan dia
tahu kalau bapak cuci darah di sini?"
Hanya itu yang ada di pikiran gadis cantik jelita
nan multitalenta.
*****
Keesokan harinya, Aqilla bekerja seperti biasa. Ia melakukan pemotretan, shooting untuk video endorse, dan shooting pembuatan film. Tapi ketika ia masuk ke ruangan pembuatan film, Gadis itu melihat..
Hellooow, mantemans.
Sudah lama jga ya, Lifia tak bersua di Blog. Hihiu. Gimana kabarmu? Semoga selalu dalam lindungan Allah yh.
Oh ya, sebenarnya.. Cerita ini sudah memiliki ending, namun sayangnya, ending dari cerita ini tidak dipublikasikan di sini. Huhu.
Mmm, tapi ada kabar baik bagi kamu yang penasaran dengan cerita ku yang satu ini lho, mantemans. Karena nanti cerita ini dan cerpen ku yang lain, insya Allah akan diterbitkan menjadi sebuah buku oleh kampusku.
Barakallah wa masyaa Allah.
Hope Lifia for u, may you always enjoy every story Lifia publishes in this day and the following days.
Seuu.
Happy reading Mantemans.
Salam hangat,
Alifia Athifa.


Komentar
Posting Komentar